Mungkin selama ini kita salah fokus…
Kita seringkali mengira bahwa ketenangan hidup itu datang dari “hasil”, seperti gaji besar, liburan ke luar negeri, atau punya rumah estetik ala pinterest. Tapi, kenyataannya? Banyak orang yang sudah punya itu semua…. dan tetap merasa gelisah.
Lalu, bagaimana dengan kita yang masih jungkir balik mengejar kehidupan? Apa hal yang bisa membuat kita merasa tenang?
Jawaban yang mengejutkan mungkin datang dari sesuatu yang selama ini kita anggap rutinitas biasa: sholat.
Dalam artikel ini, kita akan membahas sholat dari sudut pandang psikologi, dan bagaimana ritual ini ternyata punya manfaat luar biasa untuk kesehatan mental.
1. Sholat: Reset Emosi 5 Kali Sehari
Di dunia psikologi, dikenal istilah “emotional regulation“, yaitu kemampuan seseorang untuk mengelola emosi agar tetap stabil. Ini penting banget, karena kalau nggak punya kemampuan ini, sedikit-sedikit kita bisa meledak, stres, atau malah numb (mati rasa).
Nah, sholat lima waktu itu ibarat “jadwal maintenance emosi” yang otomatis diatur oleh sistem Tuhan.
Setiap beberapa jam, tubuh dan pikiran kita diajak pause. Kita diminta untuk berhenti dari drama dunia dan kembali ke pusat diri. Bayangkan kalau kita nggak disuruh sholat lima waktu. Kita mungkin akan terus bergelut dengan pikiran negatif tanpa jeda.
Ada seorang pegawai kantoran yang stres karena tekanan kerja, ketika sholat dzuhur dengan khusyuk, ia merasa pikirannya lebih jernih dan emosinya lebih stabil sesudahnya.
Prof. Huzaemah yang merupakan ulama dan juga pakar fikih menyampaikan bahwa melaksanakan shalat dengan penuh ketenangan dan kekhusyukan dapat membawa kedamaian dalam hidup.
2. Gerakan Sujud dan Sistem Saraf: Sumber Ketenangan
Otak kita punya dua sistem utama: sistem saraf simpatik (untuk menghadapi stres) dan parasimpatis (untuk menenangkan tubuh). Gerakan sujud ternyata dapat mengaktifkan sistem parasimpatis yang mirip dengan efek meditasi dan yoga, bahkan bisa lebih dalam karena dikombinasikan dengan unsur spiritual.
Sujud adalah satu-satunya posisi ketika otak manusia benar-benar berada lebih rendah dari jantung. Dalam fisiologi, posisi ini meningkatkan aliran darah ke otak dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatik (yang bertanggung jawab atas stres). Hasilnya, detak jantung melambat, napas jadi lebih teratur, dan tubuh masuk ke mode relaksasi alami (Utama dkk., 2022).
Secara refleks, ini menurunkan tekanan mental dan memberi sinyal pada tubuh bahwa “semua baik-baik saja.”
3. Bacaan dalam Sholat: Self-Talk Terbaik yang Pernah Ada
Pernah dengar istilah “cognitive restructuring“? Ini teknik dalam terapi kognitif yang digunakan untuk mengganti pikiran negatif dengan pikiran yang lebih sehat dan rasional.
Menariknya, bacaan sholat adalah bentuk cognitive restructuring alami. Coba perhatikan:
- Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin: Aku hanya bergantung pada-Mu
- Ihdinas shirootol mustaqiim: Tunjukilah kami jalan yang lurus
Kalimat-kalimat ini bukan sekedar doa, tetapi merupakan afirmasi tingkat tinggi yang kita ulang setiap hari. Semakin sering diucapkan, semakin terprogram di otak bawah sadar kita.
Dengan menghayati kalimat tersebut, orang yang cemas karena masa depan yang tidak pasti, akan merasa bahwa dia tidak sendirian, sebab ada kekuatan yang membimbing mereka. Afirmasi positive atau self-talk dapat meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi stres, serta membantu seseorang dalam menghadapi tantangan hidup dengan lebih optimis (Goldman, 2022).
4. Ritme Sirkadian dan Sholat: Jam Biologis yang Sinkron dengan Waktu Ibadah
Tubuh manusia punya jam biologis yang disebut ritme sirkadian. Ini mengatur kapan kita harus tidur, bangun, fokus, atau istirahat. Menariknya, waktu-waktu sholat sangat sinkron dengan fase-fase penting dalam ritme ini.
- Subuh: Saat kortisol (hormon kewaspadaan) mulai naik.
- Dzuhur & Ashar: Ketika energi mulai menurun dan butuh jeda.
- Maghrib & Isya: Saat tubuh bersiap untuk winding down.
Sholat seolah menjadi pengingat alami bagi tubuh untuk menyelaraskan diri dengan alam. Ini bukan kebetulan, ini presisi Ilahi. Gangguan ritme sirkadian dapat menyebabkan masalah seperti insomnia, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan suasana hati (Ukrida, 2021).
5. Sholat sebagai “Spiritual Coping“: Bukan Lari, Tapi Menghadap
Dalam psikologi klinis, ada istilah “spiritual coping“, yaitu cara seseorang menggunakan keyakinan dan praktik keagamaannya untuk menghadapi masalah. Tapi hati-hati, coping bukan pelarian. Justru, ini adalah cara menghadapi realita dengan kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri.
Sholat bukan bentuk penghindaran, tapi penghadapan. Saat hidup sedang hancur, kita datang sujud, bukan untuk melarikan diri, tapi untuk berkata, “Ya Allah, aku lelah… tetapi aku masih mau berjuang.“
Sebuah studi menemukan bahwa pasien stroke yang memiliki spiritual coping yang baik cenderung memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi. Selain itu, studi ini juga menunjukkan bahwa pendekatan spiritual, seperti doa, dzikir, dan ibadah lainnya, dapat menjadi faktor pendukung dalam meningkatkan kesejahteraan mental pasien (Setyaputra dkk, 2023).
Kalau Bukan Karena Sholat, Mungkin Kita Sudah Kalah
Hidup ini memang bukan arena yang mudah. Kadang kita kuat, kadang kita ambruk. Ada hari-hari di mana semangat terasa penuh, tapi tak sedikit juga hari-hari yang terasa gelap, berat, dan membuat kita ingin menyerah.
Sholat bukan hanya penenang; ia adalah penguat, penyembuh, dan jalan keluar. Di dalamnya ada ruang untuk menangis, untuk mengadu, untuk meminta, dan untuk mengosongkan hati yang penuh beban. Setiap gerakan, setiap ayat, adalah seperti kata-kata dari langit yang menyusun ulang jiwa kita yang mulai retak.
Dan, mungkin bukan kekuatan kita sendiri yag membuat kita masih bisa berdiri hari ini, tapi karena di satu titik sujud kita.
Referensi:
- Everyday Health. (2023, November 8). What Are Affirmations? Retrieved from https://www.everydayhealth.com/emotional-health/what-are-affirmations/
- Setyaputra, M. G., Sebayang, S. M., & Ningrum, E. W. (2023). Hubungan Religious Coping dengan Resiliensi pada Pasien Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan. Jurnal Sehat Mandiri, 18(1), 12-22.
- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (2021, Juni 1). Prof. Huzaemah: Shalat Membuat Hidup Menjadi Tenang. Retrieved from https://www.uinjkt.ac.id/id/prof-huzaemah-shalat-membuat-hidup-menjadi-tenang/
- Universitas Kristen Krida Wacana. (2022, September 22). Riset Bidang Cognitive Performance di Sektor Pribadi, Industri, dan Jasa Sesuai Ritme Sirkadian Indonesia. Retrieved from https://ukrida.ac.id/news/2796/riset-bidang-cognitive-performance-di-sektor-pribadi-industri-dan-jasa-sesuai-ritme-sirkadian-indonesia
- Utama, R. A. N. A., Oktarlina, R. Z., & Oktafany, O. (2022). Pemanfaatan Gerakan Salat Sebagai Upaya Mencegah dan Mengatasi Hipertensi. Medical Profession Journal of Lampung, 12(1), 9-13.
Follow juga di Instagram https://www.instagram.com/andiftith?igsh=YXRvdG5iYXk0c2xi&utm_source=qr untuk konten lain seputar psikologi dan self-growth.